Mei 2, 2025

Fancysushisc | Ragam Hidangan Laut

Menyantap hidangan laut segara dan nikmat ala penduduk jepang sungguh sangat lezat tiada tara

5 Makanan Asin Warisan Nenek Moyang yang Masuk UNESCO

Warisan kuliner bukan hanya soal rasa, tapi juga sejarah, tradisi, dan identitas budaya suatu bangsa. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) telah menetapkan berbagai kuliner tradisional sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda Dunia. Beberapa di antaranya adalah makanan asin yang telah diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang dan terus hidup hingga kini.

Rasa asin bukan hanya soal penambah rasa—ia juga memiliki sejarah panjang dalam pengawetan makanan, teknik fermentasi, dan kebiasaan makan tradisional. Berikut ini adalah 5 makanan asin tradisional yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

1. Garum – Italia (Warisan Budaya Mediterania)

Garum adalah saus ikan fermentasi yang berasal dari zaman Romawi kuno, dan menjadi cikal bakal dari berbagai saus ikan modern di dunia. Meskipun garum tradisional sudah tidak umum dikonsumsi, konsep saus ikan asin seperti ini tetap bertahan dalam bentuk modern seperti colatura di alici di Italia selatan.

UNESCO telah mengakui “Diet Mediterania” sebagai  rajazeus warisan budaya takbenda, dan garum merupakan bagian penting dari tradisi kuliner ini. Garum dibuat dengan cara memfermentasi ikan kecil (seperti teri) dengan garam laut dalam bejana tertutup selama berbulan-bulan. Hasilnya adalah cairan pekat berwarna gelap dengan rasa asin-umami yang intens.

Garum menggambarkan kebijaksanaan nenek moyang dalam mengolah bahan alami dengan cara fermentasi, yang tak hanya memperpanjang umur makanan, tapi juga memperkaya rasa.

2. Kimchi – Korea Selatan

Kimchi, meskipun dikenal karena rasa pedas dan asamnya, pada dasarnya adalah makanan asin hasil fermentasi sayuran (biasanya sawi putih) dengan garam, bawang putih, jahe, dan ikan asin. Proses pengasinan sayuran menjadi inti dari kimchi sebelum diberi bumbu dan difermentasi.

Pada 2013, UNESCO mengakui “Kimjang”, yaitu tradisi membuat dan berbagi kimchi dalam komunitas, sebagai warisan budaya takbenda dunia. Kimjang merupakan kegiatan musiman yang mempererat hubungan sosial dan menunjukkan warisan pengetahuan leluhur dalam mengawetkan makanan.

Kimchi menjadi bukti bagaimana rasa asin tidak hanya soal selera, tapi juga tentang tradisi, komunitas, dan musim.

3. Nuoc Mam – Vietnam (Bagian dari Warisan Kuliner Asia Tenggara)

Nuoc mam adalah kecap ikan khas Vietnam yang dibuat melalui fermentasi ikan dengan garam laut. Proses ini membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga menghasilkan cairan bening, keemasan, dan sangat asin yang digunakan dalam berbagai masakan Vietnam.

Meskipun belum berdiri sendiri dalam daftar UNESCO, nuoc mam masuk dalam kerangka warisan kuliner Asia Tenggara yang diusulkan oleh beberapa negara, karena perannya yang besar dalam budaya makan dan tradisi kuliner regional.

Dalam kehidupan masyarakat pesisir, membuat nuoc mam adalah kegiatan turun-temurun yang diwariskan dari nenek moyang, dengan resep dan teknik yang sangat dijaga.

4. Keju Roquefort – Prancis (Bagian dari Keahlian Pembuatan Keju Tradisional)

Keju Roquefort dari Prancis dikenal karena rasa asin dan aroma khasnya yang tajam. Dibuat dari susu domba dan difermentasi dengan jamur Penicillium roqueforti, keju ini hanya bisa diproduksi di gua-gua tertentu di wilayah Roquefort-sur-Soulzon.

Pada 2011, UNESCO mengakui keahlian pembuatan keju tradisional Prancis sebagai bagian dari warisan budaya takbenda. Roquefort adalah contoh bagaimana proses fermentasi dan pengasinan digunakan sejak ratusan tahun lalu untuk menciptakan makanan tahan lama dengan cita rasa khas.

Roquefort adalah simbol teknik pengawetan kuno yang berkembang menjadi seni kuliner kelas dunia.

5. Ikan Fesikh – Mesir (Terkait Festival Sham el-Nessim)

Fesikh adalah ikan air asin (biasanya mullet) yang difermentasi dan diasinkan, dan dikonsumsi secara tradisional selama perayaan Sham el-Nessim, festival musim semi di Mesir yang berakar dari zaman Firaun. Proses membuat fesikh melibatkan pengeringan ikan  selama beberapa hari, lalu difermentasi dalam garam selama berminggu-minggu.

Sham el-Nessim dan makanan khasnya, termasuk fesikh, telah diusulkan sebagai bagian dari warisan budaya takbenda Mesir, mengingat praktik ini telah berlangsung lebih dari 4.000 tahun.

Fesikh menunjukkan bagaimana tradisi makan makanan asin dapat bertahan lintas zaman, dan menjadi bagian penting dalam identitas budaya nasional.

BACA JUGA: Mengapa Matcha Latte Jadi Minuman Trendy Meski Pahit?

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.